Minggu, 29 Oktober 2017

Film Negeri Dongeng; Kisah Nyata Ekspedisi 7 Gunung Tertinggi di Indonesia


Hai para warriors!

Kali ini saya akan nulis tentang review pegalaman saya nonton Film Negeri Dongeng. Jadi, sabtu lalu (28/10) Backpacker Karawang dan RIR outdoor mengadakan Nobar Film Negeri Dongeng untuk yang ke-dua kalinya di Karawang. Dan antusiasme warga Karawang untuk nonton film karya Anggi Frisca ini masih sangat tinggi, terbukti dengan penuhnya dua studio yang di booked panitia. Awalnya film ini memang nggak tayang di bioskop-bioskop Indonesia. Kalo mau nonton, ya harus lewat nobar atau special screening. Nah, baru tanggal 26 Oktober kemarin film ini bisa tembus ke bioskop, tapi itu juga cuma beberapa biskop tertentu, dan Karawang tidak termasuk di dalamnya. Huft!

Film Negeri Dongeng ini bercerita tentang apa sih? Jadi film ini adalah film dokumenter yang menyajikan perjalanan 7 warriors aksa 7 : Anggi Frisca (Sutradara), Teguh Rahmadi, Rivan Hanggarai, Jogie KM. Nadeak, Yohanes Pattiasina, Wihana Erlangga dan dr. Chandra Sembiring (Produser)  mendaki 7 gunung tertinggi di Indonesia; Semeru (Jawa Timur), Binaiya (Ambon), Rinjani (Lombok), Bukit Raya (Kalimantan), Kerinci (Sumatera Barat), Latimojong (Sulawesi) dan Cartenz (Papua).  

Tiket, post card, dan poster oleh-oleh Nobar Negeri Dongeng kemarin

Actually, ini pengalaman pertama saya nonton film dokumenter. Kalo film tentang pendakian sih udah beberapa kali, 5 cm dan everest diantaranya. Tapi asli beda banget rasanya nonton film dokumenter yang bener-bener real dan drama yang cuma skenario.

Awalnya saya kira, akan ada banyak narasi seperti film dokumenter pada umumnya, dan akan sedikit membosankan. Tapi saya salah besar. Di film ini sangat sedikit narasi, hampir 80% nya dijelaskan oleh mata kamera. Asik banget deh asli filmnya!

Yang jelas sih setelah selesai nonton film ini, saya bener-bener mau kasih 5 bintang untuk mbak Anggi Frisca. The best lah pokoknya nih orang! Kayaknya nggak ada satu apapun yang kurang dari film ini. Dapet banget! Dari alur, pendakian 7 gunung yang dilakuin dari tahun 2014 itu harus dipadetin jadi cuma 2 jam tayang saja. Tapi mbak Anggi sukses ngambil part-part yang bener-bener “bercerita” dengan rapat, dari awal sampai akhir. Pun, alurnya diajak naik turun, susah susah seneng, dimunculin konflik kemudian seneng lagi, konflik lagi, seneng  seneng susah, sampe akhirnya di klimaks. Arrrgghhhh... ngeseliiiin! Asik banget alurnya, ga monoton. Because life is never flat, kata iklan mah.

Dari segi penaataan musik, juga ketjeh badai. Dua OST dari Efek Rumah Kaca – Menjadi Indonesia dan Ari Reda – Pada Suatu Hari Nanti bener-bener cocok untuk film ini. Liriknya pun ngejlebbb...

“Ada yang runtuh, tamah ramahmu, beda teraniaya
Ada yang tumbuh, iri dengkimu, cinta pergi kemana?
Lekas, bangun dari tidur berkepanjangan, menyatakan mimpimu”
-lirik lagu Menjadi Indonesia-

“Pada suatu hari nanti jasadku tak kan ada lagi
Tapi dalam bait-bait sajak ini
Kau tak kan ku relakan sendiri”
-lirik lagu Pada Suatu Hari Nanti-

Dari segi penataan gambar, saya mungkin ga terlalu paham. Tapi sinematografi dari film ini cukup kok untuk memanjakan mata para penonton, showing how wonderful Indonesia. Kebayang juga gimana capeknya para warriors ngangkut perlengkapan shooting ke puncak 7 gunung tersebut. Padahal perlengkapan hidup sehari-hari di gunung pun, kayak tenda, peralatan masak, logistik, baju, pasti udah bikin carrier penuh. Ini ditambah lagi dengan kamera-kamera yang saya yakin nggak akan enteng bobotnya. Pun, ngedaki sambil nenteng-nenteng kamera, ngambil view, nge-take moment. Set dah, kalo saya mah kepikiran buat ngeluarin hp buat foto aja nggak, kalo udah dijalur pendakian, muehehehe.

Last but not least, dari segi cerita di dalamnya yang ingin disampaikan ke para penonton. Banyak banget pelajaran yang bisa diambil, tentang kerjasama dan meredam ego masing-masing, tentang perjuangan dan menantang diri sendiri untuk mencapai tujuan, tentang mengenal dan menghargai budaya lain sekitar kita, tentang menjaga dan mencitai alam semesta.

Honestly, ada dua sisi yang bikin saya haru setelah nonton film Negeri Dongeng ini. Sisi pertama haru karena bangga dilahirkan di Negeri Dongeng ini, Indonesia. Kekayaan alam yang melimpah, Indonesia memproduksi hasil tanah dan laut terbaik; teh dan kopi premium, terumbu karang terindah, hutan penghasil oksigen sebagai paru-paru dunia, dan masih banyak lagi.

Tapi di sisi lain, juga haru karena malu. Malu karena kita belum bisa menjaganya dengan baik. Scene yang paling menyayat hati adalah ketika ngeliat sampah konsumsi dari kapal laut yang bertong-tong itu langsung dibuang ke laut lepas. Ya Allah... itu ikannya berenang sama sampah-sampah dong, belum lagi kalo mereka makan sampahnya, belum lagi tempat hidupnya pasti tercemar, tingkat oksigen di laut makin sedikit, nanti mereka pada mati, ekosistem lautnya pasti berantakan, tangkapan para nelayan nggak sebanyak dulu lagi. Ayolah berpikir panjang sebelum kalian ngebuang satu bungkus sampah pun ke laut atau tempat manapun yang emang bukan alamnya si sampah untuk tinggal.

Juga ada scene ketika seorang bapak pendaki menceritakan keresahannya, “Di satu sisi kita nggak mau ada sampah di gunung, tapi di lain sisi juga kita yang bawa sampah ke sana.” Saya langsung mikir, hmmm... iya juga ya. Da kalo nggak ada pendaki mah, gunung bakalan bebas dari sampah, kan?

Di scene selanjutnya ada mbak Anggi yang “marah-marah” karena logistik yang dibawa dari Jakarta kebanyakan dibungkus sama wadah plastik, macem kopi, cemilan, sampe bumbu spagethi. Dan akhirnya untuk meminimalisir sampah itu, mereka membuka sachet-sachet logistik tersebut dan disatukan menurut macamnya di sebuah plastik besar. Good idea, sih. Supaya nggak terlalu banyak sampah yang dibawa turun. Inget ya, jangan tinggalkan apapun selain kenangan di gunung. Jangan ambil apapun kecuali gambar di gunung. Bawa turun sampahmu, lupakan mantanmu! Ehhh...

Di film ini juga banyak scene-scene kocak yang bikin penonton ngakak. Diantaranya waktu Matthew (guest expeditor) nanya, “Beta itu siapa?” terus Bang Teguh asal jawab, “Beta itu tetangga kita, itu yang tukang....” hahaha, polos banget dah tuh bocah, ga tau kalo beta itu dipakai untuk kata ganti saya di timur Indonesia sana. Seringkali juga Bang Teguh ngomong non-sense  dari mulai pake logat cina sampe ambon, atau Bang Rivan yang suka joged-joged nggak jelas. Scene-scene itu diplotkan di tempat yang pas, bikin penonton seger lagi dengan punch-punch ringan tersebut.

Overall, saya salute sekali lagi kepada Mbak Anggi Frisca. Do’i cewek loh, tapi nggak pernah absen di pendakian 7 gunung ini, kadang juga cewek sendirian. Dan do’i adalah sutradara alias otak dari proyek film ini. Sebagai ketua dari para warriors aksa 7 yang keren-keren, yang kesemuanya juga pasti punya cara pikir dan ego masing-masing. Dan satu poin kecil tapi menarik bagi saya adalah, semua anggota tim masih memperlakukan mbak Anggi sebagai “cewek”. Keberadaannya sebagai perempuan satu-satunya di dalam tim, nggak membuat para pria yang membersamainya menganggap Mbak Anggi sama dengan mereka. Mbak Anggi tetap diperlakukan “berbeda”, saat nyebrang sungai misalnya, Mbak Anggi selalu dijaga minimal oleh seorang lainnya. Kadang-kadang mikir juga sama para aktivis kesetaraan gender yang nyolot banget pengen ada kesetaraan antara cewek dan cowok dalam segala hal. Padahal di perlakukan secara special itu asik loh :P

@riana_yah, mbak Anggi Frisca, @moh_parman
Fortunately, kemarin kita bisa langsung meet up sama Mbak Anggi Frisca. Yup, beliau jadi ekspeditor tamu di Nobar Karawang kali ini, tepat di moment sumpah pemuda, setelah sebelumnya ada Bang Rivan yang dateng di Nobar pertama. Ketjeh emang Karawaaaang!

Intinya guys, Negeri Dongeng ini film keren, film asik, film karya anak bangsa yang wajib kalian tonton. Udah ada kok di beberapa bioskop di Indonesia, silahkan kepoin websitenya www.negeridongeng.co.id untuk info lebih lanjut. Atau kalian juga bisa ngikutin langkah para volunteer dari Karawang untuk ngadain nobar di daerah kalian yang nggak kebagian layar. Biar bisa seru-seruan kayak kita giniiiiii!!

Karawang troops

Salam lestari!
@riana_yah